Selasa, 12 November 2013

ASKEP APENDISITIS

APENDISITIS


A.     Pengertian

1.    Appendiks adalah : Organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002  hal 1097 ).
2.    Appendicitis adalah : suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal ( long, Barbara C, 1996 hal 228 )
3.    Appendicitis adalah : Peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 )

B.     Anatomi

1.    Anatomi Appendiks
a.       Letak di fossa iliaca kanan, basis atau pangkalnya sesuai dengan titik Mc Burney 1/3 lateral antara umbilicus dengan SIAS.
b.      Basis keluar dari puncak sekum bentuk tabung panjang 3 – 5 cm.
c.       Pakal lumen sempit, distal lebar. ( Farid 3, 2001 )
2.    Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar lima kaki ( sekitar 1,5 m ) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar  sudah pasti lebih besasr dari usus kecil. Rata –rata sekitar 2,5 1nc.( sekitar 6,5 cm ) tetapi makin dekat anus  diameternya makin kecil. Usus besardibagi menjadi sekum, colon, dan rectum. Pada sekum terdapat katup ileosecal dan Appendiks yang melekat pada ujung sekum. Colon dibagi lagi menjadi colon asendens, transversum desendens dan sigmoid. Tempat dimana colon membentuk kelokan tajan yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut – turut dinamakan fleksura hepatica dan fleksura lienalis. Colon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan membentuk S. lekukan rectum. Pada posisi ini gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum ke fleksura sigmoid. Rectum terbentang dari colon sigmoid sampai anus ( Silvia A. Price, Lorraina, M Wilson 1995

C.     Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir  dimuara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymfoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.

D.     Etiologi

Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi Yaitu :
a.         Factor yang tersering adalah  obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
§  Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
§  Adanya faekolit dalam lumen appendiks
§  Adanya benda asing seperti biji – bijian
§  Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
b.         Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
c.         Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
d.         Tergantung pada bentuk appendiks
1.      Appendik yang terlalu panjang
2.      Messo appendiks yang pendek
3.      Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4.      Kelainan katup di pangkal appendiks

E.     Insiden

Appendisitis aku dinegara maju lebih tinggi daripadadi negara berkembang namun dalam tiga – empat dasawarsa terjadi peningkatan.kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya pola makan berserat dalam menu sehari – hari, pada laki – laki dan perempuan pada umumnya sebanding kecuali pada umur 20 – 30 tahun insiden pada laki – laki lebih tinggi. Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur , hanya pada anak yang kurang dari satu tahun yang jarang dilaporkan, mungkin karena tidak terduga sebelumnya. Insiden tertnggi terjadi pada kelompok umur 20 – 30 tahun, setelah itu menurun.

F.      Patofisiologi

Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit ( massa keras dari fecces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intaraluminal, menimbulkan nyeri atas atau menyebar  hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terinflamasi terisi pus.

G.    Manisfestasi klinis

1.      Nyeri kuadran kanan bawah biasanya disertai  dengan demam derajat rendah, mual, dan sering kali muntah.
2.      Pada titik McBurney (terletak dipertengahan  antara umbilicus dan spina anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rectum kanan.
3.      Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah nyeri tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare
4.      Tanda rovsing dapat timbul dengan mempalpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran kanan bawah
5.      Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.

H.    Test Diagnosa

Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas annamnesa ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
a.       Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting  adalah :
1.      Nyeri mula – mula di epeigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu kemudian menjalar keperut kanan bawah.
2.      Muntah oleh karena nyeri visceral
3.      Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus)
4.      Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri
b.      Pemeriksaan  yang lain
1.      Lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut,tetapi paling terasa nyeri  pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, insfeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney


2.      Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
3.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
b.      Hb (hemoglobin) nampak normal
c.       Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrat
d.      Urine penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
4.      Pemeriksaan Radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosaappendicitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut :
a.       Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan
b.      Kadang ada fekolit (sumbatan)
c.       Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma

I.       Diagnosa Banding

Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan appendicitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah – pindah. Hiperperistaltik merupakan merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu obsevasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
Adenitis mesebrikum juga dapat menunjukan gejala dan tanda yang identik dengan appendicitis. Penyakit ini lebh sering pada anak – anak, biasanya didahului dengan infeksi saluran napas. Lokasi nyeri di perut kanan bawah tidak konstan dan menetap, jarang terjadi truemuscie guarding.
Divertikulitis Meckeli juga menunjukan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri mungkin lebih kemedial, tetapi ini bukan criteria diagnosis yang dapat dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya bukanlah hal yang penting.
Enteritis regional, amubiasis,ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter, salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan appendicitis. Pneumonia lobus kanan bawah kadang – kadang juga berhubungan  dengan nyeri di kuadran kanan bawah.

J.      Komplikasi

Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai berikut :
1.      Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks
2.      Abses hati
3.      Septi kemia

K.    Penatalaksanaan
a.       Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri
Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri tekan lepas), peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri tekan rectal pada sisi kanan. Pasien disuruh istirahat di tempat tidur, tidak diberikan apapun juga per orang. Cairan intravena mulai diberikan, obat – obatan seperti laksatif dan antibiotik harus dihindari jika mungkin.
b.      Terapi bedah : appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi segera dilakukan setelah keseimbangan cairan dan gangguan sistemik penting.
c.       Terapi antibiotik, tetapi anti intravena harus diberikan selama 5 – 7 hari jika appendicitis telah mengalami perforasi.



DATA DASAR PENGKAJIAN APENDISITIS  

(PRE OPERASI)


DATA DASAR  YANG DAPAT DITEMUKAN DALAM PENGKAJIAN :
1)      Aktivitas atau istirahat
Gejala : Malaise
2)      Sirkulasi
Tanda : Takikardi
3)      Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan
Tanda  : Distensi abdomen, nyeri tekan atau  lepas, kekakuan, penurunan  atau tidak ada bising usus.
4)      Makanan/ Cairan
Gejala : Anoreksia, mual atau muntah
5)      Nyeri atau kenyamanan
Gejala :
o        Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney (setengah jarak antara umbilicus dan tulang ileum kanan). Meningkat karena berjalan, bersin, batuk atau napas dalam.
o        Keluhan berbagai  rasa nyeri/ gejala tidak jelas (sehubungan dengan lokasi appendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter).
Tanda :
o        Prilaku berhati – hati berbaring kesamping atau terlentang dengan lutut ditekuk : meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
o        Ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak
o        Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
6)      Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah)
7)      Pernapasan
Tanda : takipnea, pernapasan dangkal (Marilyn E. doenges, 508 – 505, 2000)
8)      Penyuluhan/pembelajaran
Gejala                          :  Riwayat kondisi lain yang berhubunngan dengan nyeri abdomen contohnya pielis akut, batu uretra, salpingitis akut, ileitis regional. Dapat terjadi pada berbagai usia
Pertimbangan               :  DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 4,2 hari
Rencana pemulangan   :  Membutuhkan bantuan sedikit dalam transportasi tugas pemeliharaan rumah

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
SDP : Leukositosis diatas 12.000/mm3, neutrofil menungkat sampai 75 %
Urinalisis : normal tetapi erytrosit/leukosit mungkin ada
Foto Abdomen : Dapat menyatakan adanya pergeseran material dari apendiks (fekalit), ileus terlokalisir

PRIORITAS KEPERAWATAN
TUJUAN PEMULANGAN
1.      Nyeri  b/d distensi jaringan usus, inflamasi, adanya luka operasi
Tujuan : Nyeri hilang/berkurang dengan criteria (pasien tampak rileks, mampu tidur atau istirahat)
No
INTERVENSI
RASIONALISASI
1


2



3

4

5
Kaji nyeri, catat lokasi,karakteristik beratnya.

Pertahankan istirahat dengan mempertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

Berikan aktivitas hiburan

Ajarkan tehnik relaksasi dengan napas dalam
Berkolaborasi dalam pemberian analgesik
Dapat diketahui tingkat nyeri pasien,


Posisi ini mengurangi ketegangan pada insisi dan organ – organ abdomen

Mengalihkan pasien dari rasa nyeri

Mengurangi ketegangan dapat mengurangi
Sebagai mitra kita perlu berkolaborasi dengan dokter ,apabila nyeri pasien tidak dapat hilang dengan posisi dan tehnik relaksasi

2.      Resiko defisit volume cairan elektrolit tubuh b/d mual dan muntah
Tujuan : defisit volume cairan tidak terjadi, ditunjukan dengan (turgor kulit baik, kelembaban membran mukosa baik,tanda – tanda vital stabil dan keluaran urine adekuat.

No
INTERVENSI
RASIONALISASI
1



2



3




4
Kaji tanda – tanda vital



Kaji membran mukosa, turgor kulit dan pengisian kapiler


Kaji dan catat intake dan output cairan secara teliti, termasuk urine output,catat warna urine/konsentrasi dan jenis

Berikan cairan peroral atau parenteral sesuai anjuran dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
Tanda – tanda vital sangat membantu mengidentifikasi fluktuasi volume  intravaskuler

Turgor kulit dan membran mukosa merupakan indikasi status hidrasi serta keadekuatan sirkulasi perifer

Penurunan output urine pekat dan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan peningkatan cairan.

Dapat menurunkan iritasi gaster dan muntah serta meminimalkan kehilangan cairan






3.      Resiko infeksi b/d perporasi atau ruptur appendiks, peritonitis, pembentukan abses
Tujuan : infeksi tidak terjadi ditandai dengan ( tidak dijumpainya tanda – tanda infeksi,inflamasi,drainase purulenta, eritema dan demam)
No
INTERVENSI
RASIONALISASI
1





2



3



4





5
Awasi dan catat tanda – tanda vital, perhatikan bila ada demam berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen


Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka septic sesuai prosedur kerja

Pantau insisi luka dan balutan, catatan karakteristik drainase luka/ adanya eritema

Berikan informasi yang tepat dan jujur pada klien atau orang terdekatnya tentang kondisi klien



Kolaborasi dalam pemberian abat – obat antibiotik
Segera timbulnya dugaan infeksi atau terjadinya sepsis, abses peritonitis memudahkan perawat merencanakan  dan melakukan tindakan keperawatan secara dini.

Dapat menrukan atau mencegah terjadinya infeksi


Memberikan deteksi dini terjadinya situasi proses infeksi atau pengawasan penyembuhan

Suatu informasi yang akurat memberikan pengetahuan tentang adanya kemajuan situasi sehingga memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan kecemasan

Memungkinkan penurunan jumlah organisme terutama pada infeksi yang telah ada sebelumnya

4.      Kurang pengetahuan b/d kurang mengingat, kurang informasi
Tujuan : pengetahuan pasien tantang proses penyakitnya bertambah

No
INTERVENSI
RASIONALISASI
1



2



3
Kaji  pembatasan aktivitas pasien



Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat


Diskusikan mengenai  perawatan dengan pasien dan keluarga
Memberi informasi pada klien untuk merencanakan kembali rutinitas tanpa menimbulkan masalah

Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan mepermudah aktifitas normal

Pemehaman meningkatkan kerjasama dalam program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan





ASKEP BRONCHITIS



LAPORAN PENDAHULUAN
BRONCHITIS

1.      Defenisi
Bronchitis adalah penyakit pernafasan obstruktif yang sering dijumpai yang disebabkan oleh peradangan bronchus. Penyakit bronchitis secara klinik dapat bersifat akut dan kronik.
Ø Bronchitis akut adalah suata peradangan dari bronchioli, bronchus, dan trakhea.
Ø Bronchitis kronis adalah suatu gangguan paru obstruktif yang ditandai oleh produksi mukus berlebihan disaluran nafas bawah selama paling kurang         3 bulan berturut-turut dalam setahun dan terjadi paling sedikit 2 tahun.

2.      Etiologi
Ø Bronchitis akut
-   Infeksi : virus (influenza, morbili, virus pneumonta, variola)
     Bakteri dan parasit
-   Non infeksi : akibat aspirasi bahan fisik atau kimia
Ø Brochitis kronis
Silia yang melapisi bronchus mengalami kelumpuhan dan disfungsional. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukusiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran nafas.

3.      Faktor resiko
Resiko utama untuk timbulnya bronchitis kronis adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronchus dan silia.

4.      Manifestasi klinik.
Produksi mukus kental, batuk produktif dengan dahak  purulen, demam, suara sesak, conchi terutama waktu inspirasi, nyeri dada kadang timbul.











5.      Patofisiologi dan penyimpangan KDM

                                        Invasi kuman ke dalam tubuh
                                                              ¯
    Menempel pada saluran nafas
  ¯
                                  Menimbulkan peradangan/infeksi         ®           Nafas berbau
Saluran nafas                          
                                                              ¯                                                          
                                   Terjadi reaksi pertahanan tubuh                       Menarik tubuh
                                                              ¯                                                        ¯
Peningkatan sekresi     ¬   Peningkatan produksi mucus                   Kurang informasi
        Pulmonal                                       ¯                                                         ¯
                                           Terbentuk spucum kental       NDX=kurang pengetahuan
                                                              ¯
                                          Terbentuk spucum kental
                                                              ¯
                                          Pengeluaran tidak efektif
                                                              ¯
                                            Obstruksi jalan nafas
                                                              ¯
                                            Gangguan ventilasi ®  Hiperapnea ®  distres pernafasan
                                                              ¯                         ¯
       NDX : bersihan jalan nafas tidak efektif       Vasokontriksi
                                                                               Hipoksid paru 
                                                                                          ¯     NDx; resiko kekurangan cairan
                                                   Sesak nafas      ¬   Berkurangnya pertukaran O2  
                                                                  ¯                                             ¯
                                                   Upaya peningkatan            Kebutuhan tubuh akan 02
                                                   Pernafasan                             tidak terpenuhi
                                                            ¯                                             ¯
NDx : Intolerance aktivitas    ¬   Kelelahan                         Kompensasi paru
                                                                                              untuk memenuhi O2      
                                                                                                            ¯
                                                                                        fokus perhatian pada batuk
                                                                                                            ¯
                        NDx : gangguan pada tidur                     Rangsangan pada RAS
                                                                                                            ¯
                                    Klien terjaga                                     REM berkurang



6.      Diagnosa keperawatan
1.     Ketidakefektifan jalan napas b/d kelelahan
2.     Intolerance aktivitas pola tidur b/d sesak nafas
3.     Gangguan pola tidur  b/d sesak nafas
4.     resiko kekurangan volume cairan b/d distres pernafasan
5.     Kurang pengetahuan b/d kurang informasi tentang proses penyakit dan tindakan

7.      Komplikasi
Ø Hipertensi paru akibat vasokonstriksi hipoksik paru yang kronik, yang akhirnya dapat menyebabkan koch Pulmonal
Ø Dapat ditimbulkan ke paru akibat metaplasia dan displasia

8.      Penatalaksanaan
Ø Penyuluhan agar pasien menghindari pajanan iritan lebih lanjut, terutama asap rokok
Ø Terapi antibiotik profilaktik, teutama pada musim-musim dingin untuk mengurangi insidens infeksi saluran nafas bawah, karena setiap infeksi akan semakin meningkatkan pembentukan mukus dan pembengkakan.

9.      Asuhan keperawatan
DX. Kep. I : Ketidakefektifan jalan nafas.
                     Tujuan :  -  Jalan napas tetap paten dan bersih dari mucus
                                    -  Bunyi pernafasan bersih
                            Intervensi :
1.  Pantau tanda-tanda vital setiap 2 jam sampai 4 jam
     R/ untuk menentukan intervensi selanjutnya
2.  Kaji frekuensi nafas ke dalam pernafasan
     R/ untuk mengetahui derajat gangguan pemenuhan O2 sehingga                         dapat diberikan intervensi yang tepat
3.  Rubah posisi klien pada posisi semifowler
     R/ mengurangi tekanan pada diagfragma sehingga dada dapat relaksasi
4.  Anjurkan klien untuk minum air hangat.
     R/ membantu mengencerkan dahak/sekret
5.  Anjurkan teknik napas dalam dan batuk yang efektif
     R/ membantu dalam mengeluarkan penumpukan sekret dijalan nafas.

     NDX.2  :  Intolerance aktivitas   
                     Tujuan : - Pasien mengikuti aktivitas sesuai usia dalam lingkungan   tanpa stress
                                    -  Mentoleransi peningkatan aktivitas progresif.
                     
                  Intervensi :
                  1.  Rencanakan periode istirahat sering
                        R/ untuk penghematan energi agar dapat beraktifitas
                  2.  Berikan lingkungan tenang dan nyaman
R/ menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
                  3.  Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
R/ meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
      NDx 3 : Gangguan pola tidur
                    Tujuan : mampu menentukan pola tidur yang  adekuat
                    Intervensi.
                    1.  Kaji pola tidur klien dan kebutuhan tidur klien
R/ untuk mengetahui adanya penyimpangan dari kebutuhan tidur klien.
                     2. Atur posisi senyaman mungkin
 R/ untuk memberikan relaksasi pada klien sehinga dapat tidur dengan nyenyak
                     3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
R/  memberikan relaksasi pada klien sehingga dapat tidur dengan baik                         
                     4. Penatalaksanaan pemberian obat
     NDx 4  :  Resiko kekurangan volume cairan
                     Tujuan :  - Pasien tidak demam
                                    - Pasisen mempunyai frekuensi pernafasan sesuai usia
                                    - Mentoleransi masukan cairan dan diet sesuai usia
                      Intervenesi :
                       1.  Kaji perubahan tanda vital, contoh : peningkatan suhu/demam
  R/ Peningkatan suhu dapat meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan melalui evaporasi
                       2. Pantau masukan, keluaran, dan berat jenis
  R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan
                       3. Catat laporan mual atau muntah
  R/  Adanya gejala ini menurunkan masukan oral
      NDx 5 : Kurang pengeetahuan
                    Tujuan : pasien menunjukkan pemahaman mengenai instruksi evaluasi.
                    Intervensi.
                    1.  Memberikan informasi terhadap klien tentang proses penyakitnya
R/ Kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mengasimilasi informasi/mengikuti program medik.
2. Diskusikan aspek dan ketidakmampuan dari penyakit, lamanya  penyembuhan dan harapan kesembuhan.
 R/ informasi dapat meningkatkan koping dan membantu menurunkan obsietas dan masalah berlebihan..
                     3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif/latihan pernafasan.
R/  pasien  beresiko besar untuk kambuh dari bronchitis
                     4. Tekankan perlunya melanutkan terapi antibiotik selama periode yang             dianjurkan.
                          R/ Penghentian antibiotik dapat mengakibatkan iritasi mukosa bronchus.